Cari

Karya Mpu Tanakung: Naskah Kakawin Śiwarātrikalpa | Budaya Bali

[Historiana] - Tulisan ini diintisarikan Karya Mpu Tanakung: Naskah Kakawin Śiwarātrikalpa yang dibahas oleh Ida Bagus Putu Suamba, Dosen dan peneliti pada Politeknik Negeri Bali, Bukit Jimbaran, Bali, dalam Jurnal Jumantara Vol. 4 No.1 Tahun 2013.

Kakawin Śiwarātrikalpa gubahan Mpu Tanakung pada masa Majapahit akhir (abad ke-15 Masehi) mengungkapkan konsep anugraha. Seorang pemburu bernama Lubdhaka mendapatkan anugraha dari Bhaṭāra Śiwa berkat brata utama yang ia lakukan pada saat Śiwarātri (malam pemujaan Śiwa). Anugraha adalah salah satu fungsi kemahakuasaan Bhaṭāra Śiwa dalam konsep Pañca-kṛtya (lima aktivitas) Śiwa. Melalui anugraha manusia diajak agar sadar bahwa manusia bisa bergegas menuju ke alam Bhaṭāra Śiwa dan bersatu di sana.

Anugraha bisa membebaskan manusia dari ke-papa-an. Tidak mudah mencapai hal ini, karena merupakan rahasia Bhaṭāra Śiwa. Cobaan dan rintangan dapat dijadikan pemicu untuk bisa berjalan di  jalan rohani. Jika nigraha membawa manusia turun/terjerembab ke dunia, anugraha menyebabkan manusia sadar dan bisa naik ke atas menuju Śiwa-loka (alam Śiwa). Tidak ada pemberian anugraha tanpa rintangan atau hambatan. Landasan anugraha adalah brata (sumpah/ikrar), yang merupakan komitmen untuk meningkatkan kualitas kerohanian diri, mengendalikan pikiran dan ego melalui  berbagai tantangan atau pengekangan di bawah bimbingan guru. Brata pada dasarnya merupakan upaya pengendalian indriya (nafsu) dan  pikiran agar bisa dimanfaatkan untuk pencapaian tujuan manusia yang tertinggi (Mahā-puruṣa-artha). Anugraha  mempunyai signikansi yang tinggi dalam kehidupan rohani dan duniawi.

Menjelang dan menyambut pelaksanakan brata-Śiwarātri, umat Hindu di tanah air diingatkan dengan kisah seorang pemburu bernama Lubdhaka. Pertanyaan yang layak diajukan dalam konteks ini adalah mengapa seorang Luddhaka, yang hanya pemburu binatang, bisa memasuki Śiwa-laya (kediaman/ istana Bhaṭāra Śiwa) hanya karena melek ( jagra/atanghi) semalam suntuk pada saat Śiwarātri(malam pemujaan kehadapan Śiwa), sementara orang yang tekun melaksanakan agama dan kewajiban belum tentu beruntung bisa memasuki alam Tuhan? Bahkan, roh pemburu Lubdhaka memicu perang dasyat antara  bala tentara pasukan Bhaṭāra Yama dan Bhaṭāra Śiwa di kahyangan. Mpu Tanakung menghadirkan tokoh kontroversial ini dalam teks Kakawin Śiwarātri-kalpa, sebuah karya sastra yang menjadi sumber terpenting dalam pelaksanaan Śiwarātri- pūjā di Indonesia. Oleh karena tokoh sentralnya adalah Lubdhaka, masyarakat luas mengenal karya ini  juga dengan sebutan Kakawin Lubdhaka. Kakawin ini populer di kalangan masyarakat, dibaca setiap saat, khususnya pada malam  pemujaan ke hadapan Dewa Śiwa. Pertunjukan wayang kulit yang digelar pada malam tersebut biasanya mengambil tema yang bersumber dari teks ini. Upaya-upaya menyalin kembali pada lontar, melakukan transliterasi, penerjemahan, dan pengkajian teks ini, serta penerbitannya dilakukan oleh berbagai kalangan di Bali dan Lombok. Semuanya menandakan bahwa teks ini bukan sekedar sebuah karya sastra Kawi, namun berperan sangat besar di dalam kehidupan rohani masyarakat Hindu di tanah air.

Ceramah, diskusi atau perenungan menyangkut pemaknaan brata-Śiwarātri (Śiwarjani) terus dilakukan mengingat pentingnya brata/vrata (puasa/pantangan) di dalam kehidupan agama dan spiritual. Banyak hal di balik ajaran Śiwa-rātri yang menarik untuk direnungkan di tengah gempuran paham materialisme, konsumerisme dan hedonisme yang tengah melanda dunia. Pada Śiwarātri umat Hindu patut melakukan Śiwasṃaraṇa/Śiwasmṛti (meditasi Śiwa), Śiwabhakti/Śiwārcana/Śiwastuti(pemujaan kepada Śiwa), atau Śiwatattwadhāraṇa (memusatkan pikiran jati diri Śiwa), yang penting artinya di tengah gempuran gaya hidup manusia modern yang membawa manusia semakin jauh dari jati dirinya. Ajaran teks ini dapat dijadikan pegangan agar kehidupan rohani dan duniawi berjalan dengan baik, sehingga manusia berhasil sampai ke tujuan hidup tertinggi (Mahā-puruṣa-artha), yaitu Mokṣa (pembebasan dari segala bentuk ikatan). Ada satu aspek yang belum menjadi perhatian dalam rangka  pendalaman makna Śiwarātri tersebut, yaitu anugraha (anugerah). Artikel ini mencoba membahas pengertian dan fungsi anugraha dari  perspektif Śiwa-tattwa (metafisika ajaran Śiwa) dan implikasinya terhadap kehidupan sekarang. Pembicaraan Śiwa-tattwa di dalam teks Kakawin Śiwarātri-kalpa menjadi tumpuan utama. Tradisi Śaiwa di India juga sedikit disinggung untuk memperjelas pemahaman terhadap konsep anugraha yang sangat penting, tidak hanya di dalam kehidupan rohani, namun juga duniawi.

Lebih lengkapnya dapat membaca katya Ida Bagus Putu Suamba ini pada link di bawah.

Sumber: Jurnal Jumantara Vol. 4 No.1 Tahun 2013

Sponsor