Cari

Membedah Pernyataan Ridwan Saidi Tarumanegara Fiktif


[Historiana] - Tulisan ini terkait dengan artikel sebelumnya mengenai kontroversi pernyataan Budayawan Betawi Ridwan Saidi. Pernyataan Ridwan Saidi diunggah dalam kanal youtube: Macan Idealis.

Artikel ini mencoba khusus membedah pernyataan Ridwan Saidi Tarumanegara Fiktif'. Naskah diadaptasi dari detik.com dengan judul "Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'". Fokus membedah pernyataan hanya pada Tarumanagara, karena untuk Sriwijaya telah banyak tanggapan dan reaksi dari berbagai kalangan. Terutama dari Sumatera Selatan.

Apa background keilmuan Babe Ridwa Saidi? Ia pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Publisistiek Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Meskipun tidak selesai. Pendidikannya diselesaikan di Fakultas Ilmu Hukum dan Ilmu Kemasyarakatan yang sekarang menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) tahun 1963-1976. Fakultas Publisistiek Unpad berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Unpad. Rupanya Ridwan Saidi senior penulis. Meskipun penulis terpaut jauh dari masa pendidikan Ridwan Saidi tahun 62-63.

Ridwan sendiri sudah menjelaskan, pernyataannya berdasarkan referensi yang baik. Dia telah membaca buku 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events' karangan Bernard Grun, seorang musisi yang mengenyam pendidikan hukum serta filsafat.

Dikutip dari laman Goodreads, 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events' karya Bernard Grun' adalah karya yang menerangkan kronologi tujuh ribu tahun momen penting dalam sejarah, agama, sains, dan seni dalam format yang dirancang untuk referensi cepat. Buku ini pertama kali terbit pada 1946.

Bernard Grun sendiri adalah ahli musik. Dia lahir di bagian Ceko dari kerajaan Austro-Hungaria lama serta pernah mengenyam pendidikan hukum dan filsafat di universitas-universitas Praha dan Wina. Saat itu ia telah menetap di London selama beberapa dekade. Grun hampir sama terkenalnya dengan seorang sejarawan yang memiliki bakat ensiklopedis--punya pengetahuan luas tentang pelbagai hal.

Ada pula karya dari Abad I Masehi yakni karya Josephus berjudul 'Historica' dan  Claudius Ptolemaeus berjudul 'Geographia'. Sriwijaya sendiri ada mulai Abad VII. Sementara itu, Josephus, yang disebut Ridwan menerbitkan karya pada abad ke-1 Masehi, tentu hidup enam abad sebelum Sriwijaya berdiri. Josephus merupakan seorang sejarawan Yahudi.



Tarumanegara fiktif?

Ridwan Saidi:
Tarumanegara, yes fiktif, fiktif berat. Itu adalah kesalahan arkeolog terutama Poerbatjaraka yang dianggap mbahnya arkeolog. Dia mengira prasasti-prasasti yang ada di Jawa bagian barat, Jakarta saya masukkan Jawa bagian barat, dan Jawa Tengah itu berbahasa Sanskerta dan beraksara Palawa. Dia salah. Itu adalah berbahasa Hindi-Khmer. Beraksara Venggi. Jadi tebak-tebakan Poerbatjaraka ngawur sama sekali ketika dia mentarjamah Prasasti Sukapura, Tanjung Priok.

Catatan:
Ridwan Saidi menyoroti Tarumanegara, kerajaan menyebut prasasti yang ditemukan di Tanjung Priok Jakarta sebagai Prasasti Sukapura. Namun, prasasti yang ditemukan di Tanjung Priok bernama Prasasti Tugu. Prasasti tugu dipahatkan pada batu andesit berbentuk bulat telur dengan tinggi 1 meter. Tulisan pada prasasti ini berjumlah 5 baris, beraksara Pallawa, berbahasa Sansekerta.

Dilansir dari situs web Kemendikbud, Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang yang dikeluarkan oleh Purnawarman, berisi keterangan mengenai penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnnawarman dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Prasasti tugu dipahatkan pada batu andesit berbentuk bulat telur dengan tinggi 1 meter. Tulisan pada prasasti ini berjumlah 5 baris, beraksara Pallawa, berbahasa Sansekerta. Prasasti ini berasal dari pertengahan Abad V Masehi.

Arkeolog Universitas Indonesia (UI) Ninny Soesanti Tedjowasono menjelaskan kepada detikcom perihal prasasti ini. Sebagai seorang epigraf (ahli membaca prasasti dan tulisan kuno), Ninny memastikan bahasa yang digunakan di Prasasti Tugu adalah berbahasa Sanskerta, bukan berbahasa Hindi-Khmer seperti yang dikatakan Ridwan Saidi.

"Saya epigraf dan mengerti Bahasa Sanskerta. Sangat jelas Prasasti Tugu berbahasa Sanskerta dengan Akasara Pallawa," kata Ninny. "Prasasti Khmer pada Abad ke-6 juga masih berbahasa Sanskerta," sambungnya.

Sebagai seorang ahli yang telah mengabdikan dirinya di jalur disiplin arkeologi bertahun-tahun, Doktor usia 60 tahun ini menyimpulkan Kerajaan Tarumanegara benar-benar ada, tidak seperti yang Ridwan Saidi katakan. "Tarumanegara itu tidak fiktif, Prasastinya ditemukan di daerah Tugu, Jakarta Utara, dan lima lainnya di Bogor, hanya dua yang sudah tidak bisa dibaca lagi. Jelas-jelas menyebut Raja Purnawarman dari Tarumanegara," kata dia.


Poerbatjaraka ngawur dan salah baca prasasti?


Ridwan Saidi:
Jadi tebak-tebakan Poerbatjaraka ngawur sama sekali ketika dia mentarjamah Prasasti Sukapura, Tanjung Priok. Itu ngawur, karena Prasasti Sukapura itu bukan menggali parit 20 km di Bekasi, bukan, itu adalah oda, satu lagu pujaan dari gadis yang belum berusia 17 tahun yang menangisi meratapi kepergian Purnawarman. Purnawarman adalah Raja Khmer.
Prasasti yang dia (Poerbatjaraka) salah terjemah adalah Prasasti Kebon Kopi II. Dalam Prasasti Kebon Kopi II dikatakan 'Sri Matah Purnawarmanah tarun a naga', 'gelar Purnawarman adalah taruna naga' bukan Tarumanegara, dari mana jalannye? 
Catatan:
Profesor Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka (1884-1964) adalah tokoh arkeologi Indonesia. Poerbatjaraka memang benar terlibat dalam penafsiran Prasasti Tugu yang ditemukan di kawasan Tanjung Priok. Transkripsi prasasti ini pertama kali dikerjakan oleh H.Kern (1885, 1910, 1911) sedangkan pembahasan dan penafsiran prasasti tersebut antara lain dikemukakan oleh N.J. Krom (1926, 1931), F.D.K. Bosch (1951, 1961), Poerbatjaraka (1952), J. Noordyun dan H. Th. Verstappen (1972).

Benarkah isi prasasti yang ditemukan di Tanjung Priok berisi nyanyian pujaan untuk Raja Khmer? Dilansir dari situs web Kemendikbud, berikut adalah isinya:

Alih aksara:

  1. pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyata, purim prapya
  2. candrabhagarnnavam yayau || prawarddhamana dvavinsad vatsara sri gunaujasa narendradhvajabhutena
  3. srimata purnnavarmmana || prarabhya phalgune mase khata krsnastasmi tithau caitra suklatrayodasyam dinais siddhaikavinsakaih
  4. ayata sadsahasrena dhanusam sasatena ca dvavinsena nadi ramya gomati nirmalodaka || pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim
  5. brahmanair ggosahasrena prayati kradaksina 

Alih bahasa:
"Dulu (sungai yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat (yakni Raja Purnnawarman) untuk mengalirkannya ke laut, setelah (sungai ini) sampai di istana kerajaan yang termahsyur. Di dalam tahun ke-22 dari takhta Yang Mulia Raja Purnnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (sekarang) beliau menitahkan pula menggali sungai yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, setelah itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Nenekda (Sang Purnnawarman). Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal 8 paroh-gelap bulan Phalguna dan selesai pada hari tanggal 13 paro-terang bulan Caitra, jadi hanya 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6122 dhanus (busur) [= lk. 11 km] Selamatan dilakukan oleh para brahmana disertai 100 ekor sapi yang dihadiahkan.

"Prof Poerbotjaraka sama sekali tidak salah dan banyak ahli epigrafi asing yang paham Bahasa Sanskerta menyatakan demikian," kata Ninny Soesanti Tedjowasono, epigraf dari Departemen Arkeologi UI.



Purnawarman Raja Khmer?
Ridwan Saidi
Yang paling menyedihkan adalah Prasasti Sukapura di Tanjung Priok. Itu adalah lagu pujaan seorang gadis yang migran ke Indonesia, merindukan Purnawarman, raja yang terkenal, berhasil, sukses, memakmurkan rakyatnya. Dia menangisi kepergian Purnawarman. Dari mana saya tahu itu seorang gadis? Karena pembatas garis dia pakai bunga kali. Setangkai bunga kali adalah lambang kegadisan di Champa waktu itu, walau anak ini merindukan Raja Khmer, tapi itu waktu Khmer memakmurkan seluruh Indochina, jadi gadis ini juga melagukan itu. Dia adalah Raja pertengahan Abad 13, ketika dia bertahta dan diserang oleh Siam.

Catatan:
Ridwan Saidi meyakini Purnawarman adalah Raja Khmer Abad ke-13. Apakah itu benar? Berdasarkan penelusuran detikcom, tidak ada Raja Khmer dari Abad Pertengahan yang bernama Purnawarman. Berikut adalah daftar Raja Khmer pada Abad ke-13:

1181-1218: Jayavarman VII
1219-1243: Indravarman II
1243-1295: Jayavarman VIII
1295-1308: Indravarman III

Jadi bagaimana menurut Anda? Apakah penjelasan Ridwan Saidi cukup kuat untuk bertahan dari telaah kritis?

Peneliti Utama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo menanggapi pernyataan Babe Ridwan dengan mengganggapnya nyeleneh. "Pada hakekatnya Engkong sedang menghancurkan bangsa Indonesia, seperti yang dikatakannya bahwa untuk menghancurkan sebuah bangsa, hancurkan dulu sejarahnya," kata Bambang yang biasa disapa Tomi, demikian seperti dikutip dari tempo.co.

Referensi

  1. Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'. detik.com 30/08/2019 Diakses 30 Agustus 2019
  2. Sebut Sriwijaya Fiktif dan Bajak Laut, Ini Referensi Ridwan Saidi. detik.com 30/08/2019 Diakses 30 Agustus 2019
  3. Prasasti Tugu. kemendikbud.go.id Diakses 30 Agustus 2019
  4. "Soal Sriwijaya Fiktif, Ridwan Saidi: Mereka Tak Paham Bahasa Kuno". tempo.co Diakses 31 Agustus 2019.



Baca Juga

Sponsor