Cari

Benarkah Candi di Jawa Barat Dihancurkan? Menjawab Kelangkaan Candi di Tatar Sunda

[Historiana] - Kelangkaan Candi sebagai bangunan keagamaan di Tatar Sunda telah lama ada. Bangunan keagamaan bercorak Hindu-Buddha tidak begitu monumental. Padahal Awal sejarah peradaban Nusantara khususnya Pulau Jawa berawal dari Kerajaan Tarumanagara dengan tinggalan-tinggalan prasastinya yang menunjukkan bukti aliran Hindu Waisnawa kemudia ada bukti Hindu aliran Siwais. Pertanyaannya mengapa jejak peninggalan candi tidak sebanyak di Jawa Tengah atau Jawa Timur?


Terdapat beberapa hipotesis para ahli mengenai kelangkaan candi ini. Pertama, candi-candi yang ada dihancurkan dengan sengaja oleh manusia. Kedua, cand-candi hancur atau terpendam akibat bencana alam berupa letusan gunung, banjir, tsunami atau gempa bumi. Ketiga, Urang Sunda sebagai penghunu peradaban Tatar Sunda tidak memerlukan candi untuk sarana peribatannya. Manakah yang paling benar?


Mari kita telusuri satu per satu dari ketiga hipotesis tersebut. Mengenai penghancuran cand-candi peninggalan Hinddu-Buddha secara sengaja tidak memiliki bukti, Meskipun seandainya candi-candi terseut pernah dihancurkan, tentunya akan tersisa jejak pecahannya. Bila bagian candi berupa arca dengan sengaja dihancurkan akan memiliki pola tertentu. Diantaranya arca akan pecah tak beraturan dan berukuran kecil-kecil. Contohnya arca di Situs Kumitir Jawa Timur yang sekarang sedang diekskavasi. 

Menurut Ketua Ikatan Ahli Arkeolog Indonesia (IAAI) Jawa Timur, Ismail Lutfi dalam video youtube channel BPCB Jatim bahwa potongan arca yang terdapat di sektor A penggalian sisa struktur kuno itu menunjukkan adanya perusakan akibat ulah manusia secara sengaja di zaman dahulu. Pecahan arca ini mengingatkan penulis pada pecahan arca Ganesha di situs Galuh Timur Tonjong, Brebes Jawa Tengah. Nah bukti ini tidak kita temukan di Jawa Barat. Buktinya arca Nandi atau Batu Kalde dari Pangandaran tidak hancur berkeping-keping, melainkan terbelah dan bagian pecahannya masih berada di dekatnya. Lainnya ada Situs Pasirlaja, Situs Praya Nagara dan Situs Gondo Suwino di Desa/Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran. Pun demikian untuk candi dan Arca di Candi Cangkuang Garut, Candi Bojongmenje Rancaekek Bandung, Situs Lingga Yoni Indihiyang, Candi Ronggeng Pamarican Ciamis, Candi Rajegwesi Banjar dan lainnya. Ini membuktikan kerusakan arca tersebut diakibatkan faktor alam bukan kesengajaan manusia. Bukti lainnya adalah percandian Batujaya Karawang yang terkubur di areal persawahan dan awalnya hanya terlihat gundukan tanah yang disebut Unur. Setelah proses ekskavasi (penggalian), ternyata ada indikasi terpendam oleh aliran lumpur Sungai Citarum. Tidak ditemukan bukti pengrusakan akibat ulah manusia. Bukti ini sekaligus menjawab hipotesis kedua mengenai penyebab hilangnya Candi.

 

Batu Kalde dan Yoni yang terbelah
Di Pananjung Pangandaran

 
Andi Muhammad Said dan Ismail Lutfi
Memegang keping pecahan arca yang diperkirakan dihancurkan
Screenshot youtube video BPCB Jatim


Mengenai hipotesis bahwa dalam kepercayaan Urang Sunda tidak memerlukan Candi, jawabannya bisa iya juga bisa tidak. Kepercayaan Sunda kuno belum banyak diteliti secara arkeologis. Ukurannya adalah bentuk Candi khas Hindu-Buddha. Sementara ajaran Sunda kuno memiliki ciri tersendiri berupa punden berundak yang disebut Balay Pamunjungan dan Balay Pamujan. Tetapi bangunan ini tidak dikategorikan sebagai Candi. Sementara di negara lain seperti Jepang masih dikategorikan sebagai Kuil. Baiklah jika tidak dimasukan kategori Candi. Lalu bagaimana dengan Urang Sunda yang menganut Agama Hindu atau Buddha? Ada banyak bukti tinggalan lepas arca Hindu berupa arca Batara Siwa, Ganesha dan lain-lain yang relatif utuh. Jadi kembali lagi pada kesimpulannya bahwa di Zaman Klasik tidak pernah ada penghancuran bangunan suci atau simbol keagamaan di Tatar Sunda. Artinya zaman Sunda-Galuh sebagai penerus Tarumanagara hingga Kerajaan Pajajaran, situasi sosial politiknya sangat toleran. Semoga sekarang dan di masa mendatang pun Urang Sunda tetap toleran.

 

Hingga saat ini telah diidentifikasi ada 62 titik candi dan berhasil diekskavasi 11 buah reruntuhan candi serta 3 candi telah dipugar di kawasan Batujaya dan Pakisjaya yang telah berhasil ditemukan. Untuk mengungkap semua candi ini, masih diperlukan upaya keras, kesabaran, kepedulian, anggaran besar, serta dukungan semua pihak agar keseluruhan candi-candi yang berada di kawasan ini dapat dipugar dan dibentuk kembali sesuai aslinya.

Candi yang ada di Batujaya merupakan kompleks percandian, karena jumlahnya yang banyak. Bila semua candi ini diekskavasi dan dipugar, maka percandian Batujaya menjadi salah satu komplek percandian terbesar di Indonesia mengikuti Borobudur dan Prambanan. Tapi yang pasti, dari penelitian menggunakan analisis radiometri carbon C 14 pada artefak-artefak peninggalan di Candi Blandongan, salah satu situs percandian Batujaya didapat data bahwa artefak tertua berasal dari abad ke-2 Masehi dan yang paling muda berasal dari abad ke-12 Masehi

Beberapa pertanyaan yang masih menjadi misteri dan diharapkan terjawab adalah untuk fungi apakah komplek percandian ini dibangun? Sebagai tempat peribadatan, apa tempat pendharmaan atau menyimpan abu jenasah para raja, atau komplek peribadatan para pendeta Hindu atau Biksu Buddha? Mengingat adanya berita China dari Fa-Hsien dikatakan terdapat 2 agama yang dianut masyarakat Kerajaan Tarumanegara dan kerajaan-kerajaan lain penerusnya seperti Pajajaran di tanah Sunda yaitu Hindu dan Buddha.

Kedua, siapakah raja atau penguasa yang berperan besar dalam pembangunan komplek percandian di Batujaya dan sekitarnya dan dari kerajaan mana? Dari kisah-kisah yang ada, mestinya wilayah ini dibawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Pertanyaan ketiga, apa yang menyebabkan kawasan percandian ini terlupakan? Apakah sama seperti Candi di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang terlupakan karena terkubur letusan gunung berapi ratusan tahun dan baru diketahui belakangan ini atau ada sebab lainnya?


Sponsor