Cari

Apa Tujuan VOC Menelusuri Jejak Kerajaan Pajajaran? Berburu Harta?

Lukisan kuno mengenai batutulis., Het Gezigt van Bato Tulis ,
Johannes Rach, 1770 M; (rijksmuseum.nl, NG-400-K


[Historiana] - Oleh Alam Wangsa Ungkara. Pasca Pajajaran burak (runtuh) pada tahun 1579 M, kerajaan ini lenyap 'bak hilang ditelan bumi'. Akibatnya dimunculkan mitos Raja Pajajaran dan Keratonnya ngahiyang atau menghilang secara gaib.

Beratus tahun lamanya warga Tatar Pasundan dibuai dengan kisah mitos ngahiyang-nya Pajajaran. Bahkan hingga hari ini, masih banyak yang memercayainya. Tinggalah beberapa tembang Sunda yang menggambarkan rasa kesedihan atau kepiluan atas hilangnya Pajajaran. Mengapa sampai tidak ada yang tahu lokasinya? Sekalipun dipercayai ngahiyang, seharusnya lokasi ngahiyang-nya minimal diketahui. Sepertinya warga Sunda saat itu memang sulit mengakses wilayah itu. Ya wilayah yang diperkiran sebagai puseur dayeuh atau pusat Kerajaan Pajajan berada di sana. Terbukti pada periode ekspedisi bangsa asing, menggambarkan wilayah Pakuan eks Keraton Pajajaran adalah hutan belantara tanpa penduduk.

Selanjutnya muncullah ekspedisi asing yang dilakukan oleh VOC, bukan Belanda ya! VOC adalah perusahaan dagang belanda. Lho... mau apa perusahaan dagang menelusuri jejak Kerajaan Pajajaran? apa tujuannya?

VOC adalah sebuah perusahaan yang sudah barang tentu mencari keuntungan. Tidak yakin jika Belanda mencintai sejarah Pulau Jawa, khususnya Sunda. Sampai-sampai mereke melakukan beberapa kali ekspedisi.

Laporan tertulis pertama mengenai lokasi Pakuan diperoleh dari catatan perjalan ekspedisi pasukan VOC (“Verenigde OostIndische Compagnie”) atau Perserikatan Kumpeni Hindia Timur yang oleh bangsa kita lumrah disebut Kumpeni. Karena Inggris pun memiliki perserikatan yang serupa dengan nama EIC (“East India Company”), maka VOC sering disebut Kumpeni Belanda dan EIC disebut Kumpeni Inggris.

Setelah mencapai persetujuan dengan Cirebon (1681), Kumpeni Belanda menandatangani persetujuan dengan Banten (1684). Dalam persetujuan itu ditetapkan Cisadane menjadi batas kedua belah pihak.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai lokasi “bekas istana” Kerajaan Pajajaran, VOC mengirimkan tiga tim ekspedisi yang masing-masing dipimpin oleh
  1.     Scipio (1687)
  2.     Adolf Winkler (1690)
  3.     Abraham van Riebeeck (1703, 1704, 1709)
Menurut Rob Kitchin dan Nigel Thrift dalam buku "International Encyclopedia of Human Geography", menyebutkan ekspedisi-ekspedisi bangsa Eropa ke Afrika, Amerika, Asia dan Australia adalah untuk mencari "Gold" atau emas alias harta. Ekspedisi-ekspedisi itu dilakukan oleh kumpulan pedagang seperti VOC Belanda dan EIC Inggris. Menurut Kitchin dan Thrift, ekspedisi abad ke-16 murni mencari sumber emas di seluruh dunia untuk kebutuhan dan kejayaan mereka (glory). Barulah pada abad ke-19, Belanda yang mengambil alih VOC karena bangkrut mulai tertarik penelitian sejarah Pulau Jawa yang telah dimulai sejak Raffles menjadi Gubernur Jendral di Jawa. Selama ratusan tahun VOC dan Belanda lalu lalang di bekas candi dan reruntuhan bangunan kuno, mereka tidak memedulikannya. Lihat pada artikel Lukisan tentang Indonesia di Masa Lampau | Dokumentasi Inggris.

Berdasarkan uraian buku karya Kitchin dan Thrift, patut disimpulkan bahwa ekspedisi VOC ke bekas Keraton Kerajaan Pajajaran terkait harta. Mungkin untuk mencari sisa-sisa peninggalan kerajaan yang berharga berupa emas dan lain-lain. Tujuan pedagang yang untuk dijual, pun VOC adalah pedagang.

Terlepas dari tujuan VOC menelusuri Pajajaran. Tidak ada bukti bahwa adanya tinggalan harta benda yang ditemukan oleh VOC di lokasi yang diperkirakan sebagai bekas Keraton Pajajaran di bogor. Dan dari ekspedisi VOC ini pula kita mengetahui prakiraan lokasi Kerajaan Pajajaran.

Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah persekutuan badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas serta hak-hak istimewa (octrooi). Misalnya VOC boleh memiliki tentara, memiliki mata uang, bernegosiasi dengan negara lain hingga menyatakan perang. Banyak pihak menyebut VOC sebagai negara di dalam negara. VOC memiliki enam bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn, dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII atau 17 tuan. Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.

Pada pertengahan abad ke-18, VOC mengalami kemunduransehingga dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan utang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia. Aset-asetnya dialihkan kepada pemerintahan Belanda.

Belanda menelusuri pada tahun-tahun selanjutnya pada abad ke-19 dan abad ke-20. Bahkan banyak naskah Sunda Kuno yang diboyong ke negeranya. Sampai kita sering mendengar orangtua kita mengatakan: "Jika ingin Belajar Sunda, Belajarlah ke negeri Belanda". Lalu untuk apa Belanda membawa dan mempelajari Naskah Sunda kuno itu? Tentu alasan ideal adalah demi ilmu pengetahuan "Seeking for Knowledge" seperti dalam bukunya Kitchin dan Thrift. Setidaknya demikian setelah abad ke-19. Namun, bisa kita duga bahwa Belanda mencari 'sesuatu' baik pengetahuan atau harta untuk kepentingan mereka.

Bagaimana dengan sumber naskah dalam negeri sendiri? Dalam kropak (Tulisan pada lontar atau daun nipah) yang diberi nomor 406 di Museum Pusat terdapat petunjuk yang mengarah kepada lokasi Pakuan. Kropak 406 sebagian telah diterbitkan khusus dengan nama “Carita Parahiyangan”.

Dalam bagian yang belum diterbitkan (biasa disebut fragmen K 406) terdapat keterangan mengenai kisah pendirian keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati.
Di inya urut kadatwan, ku Bujangga Sedamanahngaran Sri Kadatwan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Anggeus ta tuluydiprebolta ku Maharaja Tarusbawa deung Bujangga Sedamanah. Disiar ka hulu Cipakancilan. Katimu Bagawat Sunda Mayajati. Ku Bujangga Sedamanah dibaan kahareupeun Maharaja Tarusbawa.
Artinya : Di sanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama Sri Kadatuan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Setelah selesai (dibangun) lalu diberkati oleh Maharaja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah. Dicari ke hulu Cipakancilan. Ditemukanlah Bagawat Sunda Mayajati. Oleh Bujangga Sedamanah dibawa ke hadapan Maharaja Tarusbawa.

Dari sumber kuno itu dapat diketahui bahwa letak keraton tidak akan terlalu jauh dari “hulu Cipakancilan”. Hulu Cipakancilan terletak dekat lokasi kampung Lawang Gintung yang sekarang, sebab ke bagian hulu sungai ini disebut Ciawi.

Dari naskah itu pula kita mengetahui bahwa sejak zaman Pajajaran sungai itu sudah bernama Cipakancilan. Hanyalah juru pantun kemudian menterjemahkannya menjadi Cipeucang. Dalam bahasa Sunda kuno dan Jawa kuno kata “kancil” memang berarti “peucang”.


Benarkah Pajajaran Punya Harta Emas?
Pertanyaan berikutnya muncul. Atas dasar apa VOC mengira bahwa Pajajaran memiliki harta tinggalan yang patut mereka telusuri? Mungkinkah bersumber pada laporan Tome Pires dari portugal yang menggambarkan Keraton Pajajaran? sepertinya tidak! Suma Oriental que trata do Mar Roxo até aos Chins ("Ikhtisar Wilayah Timur, dari Laut Merah hingga Negeri Cina") adalah kompendium (summa) yang ditulis oleh Tomé Pires pada tahun 1512-1515, berisi informasi tentang kehidupan di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara pada abad ke-16. Naskah ini sebenarnya merupakan laporan resmi yang ditulis Tomé Pires kepada Raja Emanuel tentang potensi peluang ekonomi di wilayah yang baru dikenal oleh Portugis saat itu sehingga tidak pernah diterbitkan.

Bisa jadi sumber utama ketertarikan bangsa Eropa menjelajah berdasarkan kisah dari Marcopolo. Ini pulalah yang menginspirasi penjelajahan Spanyol, Portugal, Belanda dan Inggris ke Asia.

Namun demikian, bagaimana penjelasan saksi mata Portugal tentang Jawa dan Pajajaran, kita ulas dari laporan Tome Pire. Pires membedakan antara negeri Jawa dengan negeri Sunda. Negeri Jawa dituliskan sebagai sebuah negeri yang membentang dari Cirebon (Choroboam) hingga Blambangan (Bulambaum). Luasnya mencapai 400 league dimulai dari Cimanuk, membentang hingga Blambangan kemudian memutar dari satu sisi ke sisi lain. Negeri ini sangat teduh, tidak berawa, melainkan bertipe sama dengan Portugal dan kondisinya sangat sehat.

Di masa itu, Negeri Jawa sangat berkuasa karena kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya, juga karena kerajaan ini melakukan pelayaran ke berbagai tempat yang sangat jauh -mereka menegaskan bahwa kerajaan ini berlayar hingga ke Aden dan bahwa perdagangannya yang terbesar dilakukan di Bonuaquelim, Bengal, dan Pasai- di mana mereka menguasai seluruh perdagangan yang ada.

Para penguasa di Jawa amat dipatuhi bagaikan Dewa. Mereka diperlakukan dengan penuh hormat dan kepatuhan. Negeri Jawa di bagian pedalaman berpenduduk padat, memiliki banyak kota, beberapa di antaranya berukuran sangat besar, termasuk Kota Dayo di mana ia membangun istana dan selalu tinggal di sana.

Kabarnya, orang-orang yang sering berkunjung ke istana ini tidak terhitung. Sang Raja jarang menampakkan diri di depan umum, melainkan hanya satu atau dua kali dalam setahun. Raja lebih sering tinggal di dalam istana bersama para istri dan selir. Kabarnya, Raja Jawa mempekerjakan 1000 orang kasim untuk menjaga wanita-wanita ini, mereka mengenakan pakaian wanita dan tata rambut berbentuk mahkota.

Pada masa ini, rakyat sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap raja. Kekuasaan dipegang oleh Gusti Pate didampingi wakil raja dan wakil tertingginya. Gusti pate ini sangat dihormati dan dipatuhi perintahnya. Ia lah yang berhak memberikan perintah agar raja diberikan makan, sehingga raja tidak memiliki hak untuk bersuara atas apapun.

Rakyat biasa tidak diperkenankan untuk memandang raja dari pusar ke atas. Rakyat diharuskan menundukkan kepalanya dan siapapun yang melanggar bisa dijatuhi hukuman mati.

Pada saat raja keluar dari istananya, pengumuman akan disebar diseluruh kota dan tidak ada seorang pun yang diijinkan untuk meninggalkan rumah dalam kondisi apapun. Sang Raja meninggalkan rumah ditemani 2000 - 3000 prajurit dengan tombak yang disimpan dalam kantong berlapis emas dan perak. Para prajurit ini berbaris di depan, sementara para selir ditempatkan dalam pakaian yang sangat indah.

Para permaisuri menaiki gajah yang dihias menggunakan vair. Tiap-tiap permaisuri dan selir diikuti oleh 30 perempuan yang berjalan kaki, berurutan sesuai derajat mereka. Dibelakang mereka barulah sang Raja berkendara bersama Gusti Pate nya. Mereka membawa serta anjing pemburu dan anjing greyhound sedangkan pria lainnya membawa trisula berburu yang bertatahkan dengan indah.

Siapapun yang bertemu dengan rombongan di jalan akan dibunuh, kecuali para wanita dan anak dibawah 10 tahun. Hal ini sudah menjadi adat kebiasaan di Jawa. Dan Tome Pires juga mendengar bahwa hal ini juga terjadi di wilayah Tuban dan menyaksikan hal yang sama di Sidayu.

Ketika raja menunggang kuda, sanggurdinya (pijakan kaki pada saat menunggangi kuda) bertatahkan emas, pelana berhias, seperti ini tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia. Para penguasa Jawa begitu mulia dan agung sehingga tidak ada bangsa yang bisa dibandingkan dengan mereka di wilayah ini. Ia selalu menyisir rambut dari dahi ke atas dan bukan seperti yang kita lakukan, dan mereka sangat bangga dengan ini.

Setiap lelaki di Jawa, siapapun itu, baik kaya maupun miskin, harus menyimpan keris, tombak dan perisai di rumahnya. Tidak seorang pria-pun yang berusia antara dua belas tahun, diperkenankan keluar dari pintu rumah tanpa mengenakan keris di ikat pinggangnya. Mereka membawa keris seperti halnya belati dikenakan di Portugal. Harga senjata cukup murah di Jawa dan hal ini sudah menjadi peraturan di negeri ini.

Terdapat barisan pegunungan, dataran yang luas dan lembah-lembah yang membuatnya tampak seperti negeri kita. Orang-orang di sini berpenampilan rapi dan mengesankan, tanpa adanya noda dan kulit mereka tidak hitam, malahan cenderung putih. Berbeda dengan kita yang menyisir rambut ke bawah, mereka menyisirnya ke arah berlawanan untuk menunjukkan kesan elegan. Jawa juga menghasilkan anggur yang lezat dengan jenisnya yang khas serta banyak minyak. Namun mereka tidak memiliki mentega atau keju karena mereka tidak tahu bagaimana cara memproduksinya.

Jawa menghasilkan emas dalam jumlah besar 8 atau 8,5 pasang, memeliki tambang topaz; kemukus mencapai lebih dari 30 bahar setiap tahunnya; cabe jawa; asam yang cukup untuk memenuhi seribu kapal. Di hutan dapat ditemukan trengguli berkualitas; kapulaga; beras; sayuran dan budak. Sebagai komoditas, mereka menjual ke Malaka kain Jawa dalam jumlah yang tak terhingga.

Negeri Jawa hanya memiliki (barang dagangan) kaum pagan yaitu: empat atau lima jenis beras yang besarnya tak terhitung, beras-beras ini sangat putih dan kualitasnya lebih baik dibandingkan beras dari wilayah manapun.

Tempat ini juga menghasilkan sapi jantan, sapi, domba, kambing, kerbau yang tak terhitung banyaknya dan tentu saja babi - di seluruh penjuru pulau dipenuhi oleh binatang ini. Di sini juga terdapat rusa berbagai ukuran, buah-buahan dan  berbagai jenis ikan di sepanjang pesisir pantai. Udara di negeri ini segar, begitu juga dengan airnya.

Terdapat barisan pegunungan, dataran yang luas dan lembah-lembah yang membuatnya tampak seperti negeri kita. Orang-orang di sini berpenampilan rapi dan mengesankan, tanpa adanya noda dan kulit mereka tidak hitam, malahan cenderung putih. Berbeda dengan kita yang menyisir rambut ke bawah, mereka menyisirnya ke arah berlawanan untuk menunjukkan kesan elegan. Jawa juga menghasilkan anggur yang lezat dengan jenisnya yang khas serta banyak minyak. Namun mereka tidak memiliki mentega atau keju karena mereka tidak tahu bagaimana cara memproduksinya.

Selain itu terdapat tambang topas di Jawa. Mereka juga menghasilkan cukup tembaga dan lonceng dari fruseleira untuk memenuhi kebutuhan di wilayah itu. barang -- barang tersebut merupakan komoditas dagang yang baik.

Koin yang digunakan adalah koin dari Cina yang diuntai benang karena tengahnya bolong. Seribu (1000) uang ini bernilai sama dengan 25 calai, 100 calai sama dengan 3 cruzado. Seribu koin juga disebut 1 puon. Berdasarkan kebiasaan di negeri tersebut, jika anda menyerahkan seribu, mereka akan memberikan tiga puluh lebih sedikit. Tiga puluh tersebut diambil sebagai pajak yang diserahkan kepada penguasa wilayah tersebut. Semua aktivitas perdagangan di negeri ini dilakukan dengan menggunakan koin-koin ini.

Jawa tidak memiliki koin yang terbuat dari emas maupun perak dan sangat menyukai mata uang orang barat, terutama uang -uang Portugal. Kata mereka -orang Jawa, negeri yang mampu menghasilkan koin- koin seperti itu pastilah negeri yang berkondisi sama seperti Jawa. Emas yang di bawa dari Jawa ke Malaka akan bertambah nilainya sebanyak satu pada setiap lima emas.

Keuntungan yang didapatkan dari barang dagangan yang dikirimkan dari Malaka ke Jawa nyaris tidak ada, namun, komoditas dagang yang dikirimkan dari Jawa ke Malaka menghasilkan keuntungan besar.

Penjelajah Portugis lainnya, Diogo do Couto, juga menulis bahwa kerajaan Sunda berkembang dan berlimpah; terletak di antara Jawa dan Sumatra.  Semua pulau berhutan baik, tetapi hanya memiliki sedikit jalur perairan. Yang kecil bernama Macar, di pintu masuk Selat Sunda, dikatakan memiliki banyak emas. Dia juga mencatat bahwa pelabuhan-pelabuhan utama kerajaan Sunda adalah Banten, Ache, Chacatara (Jakarta), yang setiap tahun ditempati sekitar dua puluh somma, yang merupakan jenis kapal milik Chienheo (Cochin China), dari provinsi maritim Cina, untuk memuat lada, karena kerajaan ini menghasilkan delapan ribu bahar, yang setara dengan 3.000.000 kg lada per tahun

Demikianlah sedikit catatan mengenai perekonomian Negeri Jawa yang dituliskan oleh Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental. Dengan penjelasan dari Pires, kita bisa menyimpulkan bahwa ekspedisi VOC adalah untuk mencari hata peninggalan Kerajaan.

Kepenasaran kita tentang sejarah Sunda bukan hanya monopoli kita. Svann Langguth (2012) dalam akhir tulisan artikelnya menuliskan: "Sunda sebagai nama dan topik tetap kuat dalam ingatan bersama
di Eropa. Bukan dalam arti kerajaan atau budaya tetapi sebagai hyperonim untuk kepulauan Asia Tenggara yang terisolasi, misalnya dalam geomorfologi Paparan Sunda, dalam geografi Kepulauan Sunda, Kepulauan Sunda, dalam zoologi berbagai Hewan Sunda dan pada akhirnya hanya Selat Sunda yang dikenal di seluruh dunia."

Apakah benar Kerajaan Pajajaran meninggalkan sesuatu untuk keturunannya? Mari kita telisik dari tembang atau kawih buhun atau Rajah buhun.

Rajah :
Luluhur tujuh ngabandung
ka dalapan keur disorang
Luluhur tujuh ngabandung
ka dalapan keur disorang

salapan heuleut-heuleutan,
sapuluh Raja Bantala,
ayeuna seug dibuktikeun,
cupu manik astagina …
teundeun di handeuleun sieum,
keur sampeureun, teundeun piraweuy,

dituruban ku mandepun,
diwadahan ku mandelar,
diamparan boeh larang,
ditunda di bojong jalan,
kapendak kunu ngaliwat,

dibuka para Pujangga,
kunu rancage di hate,
dibuka pating haleuang,
dibuka pating daleungdang,
Rasa milawung kancana,
nu hayang dilalakonkeun
Ahung, Ahung, Ahung

Bewara ieu oge ngandung siloka yen luluhur teh neundeun mustikaning elmu keur sampeuren anak turunan, tiasa kabuka lamun rancage hatena. Kitu eta  bewara.

Sepuh-sepuh kisunda nu tiasa ngabuka atanapi medar ajaran/elmu luluhur memang tos ngirangan, namung sim kuring percanten masih keneh seueur nu tiasa ditaros pikeun ngumaha.



Referensi
  1. Rob Kitchin dan Nigel Thrift. 2009.  "International Encyclopedia of Human Geography"
  2. Barros, João de. 1552. "Décadas da Ásia"  Volume 23 googlebooks.
  3. Langguth, Svann. 2012. "Thinking in Islands The Portuguese perception of the Indonesian archipelago and particularly of Sunda in early texts and charts". Jurnal ilmiah Wacana Vol. 14 No. 2 (October 2012). researchgate.net

Sponsor