[Historiana] - oleh Alam Wangsa Ungkara. Seperti telah dibahas pada artikel sebelumnya mengenai penggunaan gelar rakryan atau raka i yang di masa kemudian menjadi keyan atau kian membuat penelusuran sejarah menjadi lebih terang. Kali ini kita terapkan pada nama-nama raja-raja Sunda dan Galuh berdasarkan beberapa sumber yang berhasil ditemukan penulis. Meskipun demikian, sebagian yang belum ditemukan sumbernya, dituliskan apa adanya seperti yang kini telah dikenali masyarakat.
Sedikit mengutip artikel terdahulu, bahwa gelar rakryan adalah identik dengan raka i yang dapat dibaca "raka di". Gelar ini akan diikuti nama tempat seorang raka bertugas/berkuasa. Seorang raka menguasai wilayah Watak yang terdiri dari beberapa wanua.
Selain gelar rakryan atau Rakeyan, di tatar Pasundan dikenal pula gelar Rahyang. Gelar rakeyan/rakian dapat diterjemahkan sebagai pangeran yang berkuasa di suatu daerah. Misalnya Rakeyan Jayagiri adalah kepala daerah (pangeran) yang berkedudukan di Jayagiri. Ketika ia kemudian 'naik pangkat' menjadi seorang prabu atau mahaprabu (raja atau maharaja), gelar rakeyan tetap digunakan. Meskipun demikian tidak semua rakeyan berkesempatan menjadi seorang mahaprabu atau maharaja di Kerajaan Sunda-Galuh (ketika bergabung). Ada beberapa rakeyan. seharusnya tercatat yang tetap menjabat kepada daerah Watak. Di tatar Pasundan, penyebutan para rakryan ini kurang mendapatkan bukti arkeologis berupa prasasti. Sumber yang kita gunakan adalah naskah lontar berupa Carita Parahyangan, dan Babad-babad yang ada. Sumber prasasti yang utama kita gunakan dari 6 buah prasasti Kawali - Ciamis, Prasasti Batutulis - Bogor, Prasasti Geger Hanjuang - Tasikmalaya dan Prasasti Kebantenan - Bekasi.
Ditambah satu lagi yang kita lupakan bahwa raja kedua Kerajaan Sunda adalah Raka i Mataram Sang Ratu Sanjaya. Namanya tercatat dalam beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Medang atau Mataram Hindu. Sang Ratu Sanjaya menggantikan Maharaja Sunda yaitu Sang Tarusbawa (gaya penyingkatan selama ini, nanti kita lihat nama lengkapnya di bawah). Ia menantu raja Sunda pertama yang menikah dengan Cucu Raja Sunda, karena putra mahkota meninggal sebelum menjadi raja. Sanjaya sendiri keturunan Galuh dan Kalingga. Setelah ia menyerang raja Galuh Sang Purbasora (lagi-lagi ini penyingkatan saja) yang mengkudeta ayahnya Sang Sena atau Bratasenawa (penyingkatan lagi). Maka Sanjaya berkuasa atas kerajaan Sunda-Galuh-Kalingga-Medang (Mataram). Ia adalah penguasa seluruh pulau Jawa di abad ke-8 Masehi. Oleh karena itu, peninggalan prasasti-prasasti terkait kerajaan Medang berpengaruh terhadap kerajaan-kerajaan berikutnya termasuk Sunda-Galuh-Kahuripan-Kadiri-Janggala-Tumapel/Singasari-Majapahit dan kerajaan-kerajaan di Pulau Bali.
Sebelumnya ada beberapa daftar nama raja-raja Sunda dan Galuh yang nampak seperti berbeda-beda. Hal itu terjadi karena penulisannya yang tidak lengkap. Barangkali karena kebiasaan dalam budaya Sunda untuk menyingkat nama sesuatu, baik nama seseorang atau nama suatu tempat. Dengan demikian, beberapa nama raja-raja Sunda dan Galuh dalam sumber sejarah Sunda-Galuh dapat dikombinasikan atau digabungkan berdasarkan sumber-sumber tersebut.
lihat juga versi videonya...
Berikut nama raja-raja Sunda yang telah disesuaikan
- Rakeyan Sundasembawa Sang Tarusbawa/ Maharaja Tarusbawa Darmawaskita Manunggalajaya Sundasembawa (669 - 723)
- Rakeyan Mataram/Rakeyan Jambri Prabu Harisdarma rahyang Sanjaya (723 - 732)
- Rakeyan Panaraban Prabu Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
- Rakeyan Banga Prabu Kertabuana Yasawiguna Hajimulya (739 - 766)
- Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
- Rakeyan Hujung Hulon Prabu Gilingwesi (783 - 795)
- Rakeyan Diwus atau Prabu Pucuk Bumi Dharmeswara (795 - 819)
- Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
- Rakeyan Windusakti Prabu Darmaraksa (891 - 895)
- Rakeyan Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)
- Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi Sang Mokteng Hujungcariang (913 - 916)
- Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa (916 - 942)
- Rakeyan Watuagung Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
- Prabu Limbur Kancana Sang Mokteng Galuh Pakuan Tapakmanggala Jayasatru (954 - 964)
- Rakeyan Sundasambawa Prabu Munding Ganawirya (964 - 973)
- Rakeyan Jayagiri Prabu Wulung Gadung Sang Mokteng Jayagiri (973 - 989)
- Rakeyan Gendang Prabu Brajawisésa (989 - 1012)
- Prabu Déwa Sanghyang Sang Mokteng Patapan (1012 - 1019)
- Prabu Sanghyang Ageung (1019 - 1030)
- Prabu Detya Maharaja Sri JayabhupatiJayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabhuwana Mandaleswara Nindita Harogowardhana Wikramattunggadewa (1030 - 1042)
- Prabu Darmaraja Jayamanahen Wisnumurti Salakasundabuana Sang Mokténg Winduraja (1042 - 1065)
- Prabu Langlangbumi Sang Mokténg Kerta (1065 - 1155)
- Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur Langlangbhumisutah (1155 - 1157)
- Prabu Darmakusuma Sang Mokténg Winduraja (1157 - 1175)
- Rakeyan Saunggalah Prabu Darmasiksa Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
- Rakeyan Saunggalah Prabu Ragasuci Sang Mokténg Taman (1297 - 1303)
- Rakeyan Saunggalah Prabu Citraganda Sang Mokténg Tanjung (1303 - 1311)
- Prabu Linggadéwata Sang Mokténg Kikis (1311-1333)
- Prabu Ajiguna Linggawisésa Sang Mokteng Kiding (1333-1340)
- Prabu Ragamulya Luhurprabawa/Sang Aki Kolot (1340-1350)
- Prabu Maharaja Linggabuanawisésa Sang Mokteng Bubat (1350-1357)
- Prabu Bunisora Mangkubumi Suradipati Sang Mokteng gegeromas (1357-1371)
- Prabu Niskala Wastu Kancana putra Linggabuanawisesa/Prabu Resi BhuwanaTunggaldewata/ Prabu Anggalarang Sang Mokteng Nusalarang (1371-1475)
- Prabu Susuktunggal/ Sang Haliwungan (1475-1482)
- Prabu Jayadéwataprana Sri Baduga Maharaja Sang Mokteng Rancamaya (1482-1521)
- Prabu Surawisésa Jayaperkosa (1521-1535)
- Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
- Prabu Sakti Sang Mangabatan Sang Mokteng Pengpelengan (1543-1551)
- Prabu Nilakéndra Sang Mokteng Majaya (1551-1567)
- Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579
Berdasarkan daftar nama raja-raja Sunda di atas, kita lebih mudah mengenali kronologi dan kisah singkat seputar raja tertentu. Misalnya Rakeyan Sundasembawa Sang Tarusbawa/ menjelaskan bahwa ia seorang raka/rakeyan dari suatu tempat bernama Sundasembawa. Dalam sejarah Tarumanagara disebut sebagai kerajaan bawahannya bernama Kerajaan Sundasembawa. Ketika ia naik tahta menggantinya mertuanya Maharaja Linggawarman (Kerajaan Tarumanagara) pada tahun 669 M, maka ia bergelar Maharaja Tarusbawa Darmawaskita Manunggalajaya Sundasembawa. Nama Sundasembawa masih digunakan. Kemudian ia mengubah nama Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Akibat yang tidak diperhitungkan Maharaja Tarusbawa adalah lepasnya wilayah timur Sungai Citarum menjadi Kerajaan Mahardika (merdeka) yaitu Kerajaan Galuh yang dirajai Sang Wretikandayun.
Contoh lainnya dari daftar di atas, ada 3 orang rakeyan Jayagiri yang kemudian naik tahta menjadi raja Sunda dan 3 orang Rakeyan Saunggalah yang naik tahta menjadi raja Sunda. Kita dapat membacanya bahwa mereka sebelumnya menjadi kepala daerah di Jayagiri (Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa, Rakeyan Jayagiri Prabu Wulung Gadung Sang Mokteng Jayagiri, dan Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur Langlangbhumisutah)) dan di Saunggalah (Rakeyan Saunggalah Prabu Darmasiksa Sanghyang Wisnu, Rakeyan Saunggalah Prabu Ragasuci Sang Mokténg Taman, dan Rakeyan Saunggalah Prabu Citraganda Sang Mokténg Tanjung).
Naik tahtanya para rakeyan itu diantaranya karena menikahi putri raja Sunda atau karena ayahnya sebagai Raja Sunda, namun seorang pangeranyuwaraja atau raka/rakeyan ini akan ditempatkan terlebih dahulu sebagai raja bawahan (vassal). Pun demikian kita dapat membaca nama-nama raja di atas yang sebelumnya berkuasa di daerah mana. Tetapi beberapa nama daerah belum dapat kita identifikasi keberadaannya di zaman sekarang seperti Diwus, Wuwus, Gendang dan Medang. Meskipun kita masih dapat berhipotesa bahwa Medang adalah nama suatu tempat di Jawa Tengah sebagaimana disebutkan dalam Naskah Perjalanan Bujangga Manik. Hipotesa ini dengan pertimbangan bahwa Rakeyan Medang Prabu Hulukujang berkuasa pada tahun 766 - 783 M. Jadi kita tidak mengasosiasikan ke Medang Kahiyangan yang kelak menjadi Kerajaan Sumedang Larang (Abad ke-16).
Baca juga:
- Sang Wretikandayun - Raja Galuh Pertama | Sejarah Kerajaan Galuh
- Rahyang Mandiminyak (Prabhu Suraghana) - Raja Galuh penguasa Jawa
- Purbasora dan Perebutan Tahta Kerajaan Galuh
Nama daerah Jayagiri dan Sundasembawa disebutkan dalam Prasasti Kebantenan Bekasi. Menurut portal kotabekasi.go.id bahwa Jayagiri dan Sundasembawa adalah nama-nama Kabuyutan atau Dewasasana (tempat peribadatan dan Biara para Wiku/Bikhu) yang berada di Bekasi di zaman kuno. Jadi, nama daerah yang mengikuti rakeyan di atas tidak hanya kita telusuri sebagai nama desa atau kecamatan/kabupaten di zaman sekarang. Bisa jadi nama-nama itu adalah nama kabuyutan atau kemandalaan di zaman kuno. Kemandalaan sering disebut Kerajaan oleh masayakat Sunda.
Daftar raja-raja Galuh
- Rahyangta ri menir Sang Wretikandayun (534-592) Saka (S)/ (612-670) M.
- Sang Mandiminyak/ Suraghana (624-631) Saka/ (702-709) M.
- Sang Senna atau Sanna, 631-638 Saka/ (709-716) M.
- Sang Purbasura (638-645) Saka/ (716-723) M.
- Sang Sanjaya, Rakai Mataram (645-654) Saka/ (723-732) M, sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Sang Tamperan/Panaraban (654-661) Saka/ (732-739) M, sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Sang Manarah (661-705) Saka/ (740-784) M, sebagai penguasa Galuh.
- Sang Manisri (705-721) Saka/ (783-799) M, sebagai raja Galuh.
- Sang Tariwulan (721-728) Saka/ (799-806) M, sebagai raja Galuh.
- Sang Welengsa?Welengan (728-735) Saka (806-813) M, sebagai raja Galuh.
- Prabhu Linggabhumi (735-774) Saka/ (813-852) M, sebagai raja Galuh.
- Danghyang Guru Wisuddha (774-842) Saka/ (852-920) M, sebagai ratu Galuh.
- Prabhu Jayadrata (843-871) S/ (921-949) M, sebagai ratu Galuh.
- Prabhu Harimurtti (871-888) S/ (949-966) M.
- Prabhu Yuddhanagara (888-910) S/ (966-988) M sebagai ratu Galuh.
- Prabhu Linggasakti (910-934) S/ (988-1012) M sebagai ratu Galuh.
- Resiguru Dharmmasatyadewa (934-949) S (1012-1027) M sebagai raja Galuh.
- Prabhu Arya Tunggalningrat (987-1013) S/ (1065-1091) M sebagai raja wilayah Galuh.
- Resiguru Bhatara Hyang Purnawijaya (1013-1033) S/ (1091-1111) M sebagai ratu Galuh.
- Bhatari Hyang Janawati (1033-1074) S/ (1111-1152) M sebagai ratu Galuh dengan ibukota Galunggung.
- Prabhu Dharmmakusuma (1074-1079) S/ (1152-1157) M sebagai maharaja Galuh dan Sunda.
- Rakeyan Saunggalah Prabu Guru Darmasiksa Sanghyang Wisnu (1097-1219) S/ (1167/8-1297/8) M sebagai ratu Galuh, (1219-1225) S/ (1297-1303) M menjadi Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Citragandha (1225-1233) S/ (1303-1311) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Linggadewata (1233-1255) S/ (1311-1333) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Ajiguna (1255-1262) S/ (1333-1340) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Ragamulya (1262-1272) S/ (1340-1350) M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Linggabhuwana (1272-1279) S/ (1350-1357 M sebagai Maharaja Galuh dan Sunda.
- Maharaja Sanghyang Borosngora Mangkubhumi Suradhipati (1279-1293) S/ (1357/8-1371/2) M, Maharaja Galuh dan Sunda .
- Maharaja Rahyang Niskala Wastu Kancana (1293-1397) S/ (1371-1475) M, Maharaja Galuh dan Sunda.
- Prabu Dewa Niskala/ Hyang Ningrat Kancana Sang Mokteng Gunatiga (1397-1404) S/ (1475-1482) M, sebagai raja Galuh.
- Prabhu Ningratwangi (1404-1423) S/ (1482-1501) M, sebagai ratu Galuh mewakili kakaknya, Sri Baduga Maharaja penguasa Galuh dan Sunda.
- Prabhu Jayaningrat (1423-1450) S/ (1501-1528) M. Prabhu Jayaningrat bukan ratu Galuh terakhir, dan kerajaan Galuh tidak ditaklukkan oleh Kerajaan Cirebon namun Kawali tidak jadi pusat Kerajaan Galuh tetapi berpindah ke Galuh Salawe Pangauban di Cimaragas, Ciamis.
Maharaja Cipta Sanghyang di Galuh Salawe (1528-1595) di Cimaragas, Ciamis. Masa Kerajaan Galuh berakhir di jaman Mataram 1595 saat itulah raja raja di seluruh pulau Jawa termasuk galuh di turunkan statusnya menjadi kebupatian oleh Mataram. - Prabu Cipta Permana (1595-1618) M raja Kerajaan Galuh terakhir? Dapat pula dilihat dalam Daftar Bupati Ciamis dimana Adipati Panaekan (1618 - 1625) M sebagai bupati Galuh pertama (Kerajaan Galuh jadi Kabupaten Galuh sampai tahun 1914) atau Ciamis (nama Kabupaten Ciamis sejak 1916 zaman bupati Aria Sastrawinata yang menjabat tahun 1914 - 1935).
Referensi
- Atja (1968). "Carita Parahiyangan: naskah titilar karuhun urang Sunda abad ka-16 Maséhi". Bandung: Yayasan Kabudayaan Nusalarang. .
- Ayatrohaedi (2005). "Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah Panitia Wangsakerta dari Cirebon". Jakarta: Pustaka Jaya.
- Darsa, Undang A. 2004. “Kropak 406; Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan“, Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Naskah Kuno yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga. Bandung-Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran: hlm. 1 – 23.
- Ekadjati, Edi S. 1995. "Sunda, Nusantara, dan Indonesia; Suatu Tinjauan Sejarah". Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran pada Hari Sabtu, 16 Desember `1995. Bandung: Universitas Padjadjaran.
- Ekadjati, Edi S. 1981. "Historiografi Priangan". Bandung: Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran.
- Ekadjati, Edi S. (Koordinator). 1993. "Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat". Bandung: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
- Raffles, Thomas Stamford. 1817. "The History of Java, 2 vols". London: Block Parbury and Allen and John Murry.
- Raffles, Thomas Stamford. 2008. "The History of Java" (Terjemahan Eko Prasetaningrum, Nuryati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah). Yogyakarta: Narasi.
- Z., Mumuh Muhsin. "Sunda, Priangan, dan Jawa Barat". Makalah disampaikan dalam Diskusi Hari Jadi Jawa Barat, diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada Selasa, 3 November 2009 di Aula Redaksi HU Pikiran Rakyat.
- Uka Tjandrasasmita. (2009). "Arkeologi Islam Nusantara". Kepustakaan Populer Gramedia.
- E. Rokajat Asura. (September 2011). "Harisbaya bersuami 2 raja - Kemelut cinta di antara dua kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon". Penerbit Edelweiss.
- Atja, Drs. (1970). "Ratu Pakuan". Lembaga Bahasa dan Sedjarah Unpad. Bandung.
- Atmamihardja, Mamun, Drs. Raden. (1958). "Sadjarah Sunda. Bandung". Ganaco Nv.
- Joedawikarta (1933). "Sadjarah Soekapoera, Parakan Moencang sareng Gadjah". Pengharepan. Bandoeng,
- Naskah Carita Parahyangan (1580), fragmen Kropak 406. Naskah beraksara Sunda Kuno, bahasa Sunda Kuno. Koleksi: Perpustakaan Nasional RI.
- Lubis, Nina Herlina., Dr. MSi, dkk. (2003). "Sejarah Tatar Sunda jilid I dan II". CV. Satya Historica. Bandung.
- Herman Soemantri Emuch. (1979). "Sajarah Sukapura, sebuah telaah filologis". Universitas Indonesia. Jakarta.
- Edi S. Ekajati (2005). "Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta". Jakarta: Pustaka Jaya. ISBN 979-419-329-1.
- Kartakusuma, Richadiana (1991). "Anekaragam Bahasa Prasastidi Jawa Barat Pada Abad Ke-5 Masehi sampai Ke-16 Masehi: Suatu Kajian Tentang Munculnya Bahasa Sunda". Tesis (yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Arkeologi. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
- Iskandar,Yoséph (1997). "Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa". Bandung: Geger Sunten.
- Zamhir, Drs. (1996). "Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang". Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
- Sukardja, Djadja. (2003)."Kanjeng Prebu R.A.A. Kusumadiningrat Bupati Galuh Ciamis th. 1839 s / d 1886". Sanggar SGB. Ciamis.
- Sukardja, H. Djadja, (2002). "Situs Karangkamulyan". Ciamis: H. Djadja Sukardja S. Cet-2.
- Sulendraningrat, P.S. (1975). "Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah". Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon. Cirebon.
- Sunardjo, Unang, R. H., Drs. (1983). "Kerajaan Carbon 1479-1809". PT. Tarsito. Bandung.
- Suparman, Tjetje, R. H., (1981). "Sajarah Sukapura". Bandung
- Surianingrat, Bayu., Drs. (1983). "Sajarah Kabupatian I Bhumi Sumedang 1550-1950". CV.Rapico. Bandung.
- Soekardi, Yuliadi. (2004). "Kian Santang". CV Pustaka Setia.
- Soekardi, Yuliadi. (2004). "Prabu Siliwangi". CV Pustaka Setia.
- Tjangker Soedradjat, Ade. (1996). "Silsilah Wargi Pangeran Sumedang Turunan Pangeran Santri alias Pangeran Koesoemadinata I Penguasa Sumedang Larang 1530-1578". Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
- Widjajakusuma, Djenal Asikin., Raden Dr. (1960). Babad Pasundan, Riwajat Kamerdikaan Bangsa Sunda Saruntagna Karadjaan Pdjadjaran Dina Taun 1580. Kujang. Bandung.
- Winarno, F. G. (1990). "Bogor Hari Esok Masa Lampau". PT. Bina Hati. Bogor.
- Olthof, W.L. (cetakan IV 2008). "Babad Tanah Jawi - mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647". PT. Buku Kita. Yogyakarta Bagikan.
- Hardjasaputra, A. Sobana., H.D. Bastaman, Edi S. Ekadjati, Ajip Rosidi, Wim van Zanten, Undang A. Darsa. (2004). "Bupati di Priangan dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda". Pusat Studi Sunda.
- Hardjasaputra, A. Sobana (Ed.). (2008). Sejarah Purwakarta.
- Lubis, Nina H., Kunto Sofianto, Taufik Abdullah (pengantar), Ietje Marlina, A. Sobana Hardjasaputra, Reiza D. Dienaputra, Mumuh Muhsin Z. (2000). "Sejarah Kota-kota Lama di di Jawa Barat". Alqaprint. ISBN 979-95652-4-3.